Secara global, situasi perawatan penyakit Imunodefisiensi Primer (IDP) di Indonesia masih tergolong rendah, dengan angka PID Life Index (skor perawatan IDP) senilai 27%. Jumlah skor tersebut menjadikan Indonesia berada pada urutan terbawah di antara negara-negara Asia Tenggara dan urutan ke-49 secara global. Salah satu faktor atau kriteria yang memengaruhi angka PID Life Index Indonesia tersebut adalah diagnosis penyakit IDP yang masih 15%.
Tantangan Diagnosis Penyakit IDP di Indonesia
Masih rendahnya angka diagnosis penyakit IDP dari PID Life Index bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor penghambat yang sering dihadapi oleh pasien dan keluarga pasien IDP di Indonesia. Faktor-faktor tersebut terungkap dalam acara “Pertemuan Pasien Imunodefisiensi Primer” yang diadakan oleh IPIPS dan International Patient Organisation for Primary Immunodeficiencies (IPOPI) pertengahan tahun 2021 ini.
Baca juga: Perkembangan Diagnosis Penyakit Imunodefisiensi Primer di Indonesia Masih Terendah Se-Asia Tenggara
Dalam acara yang berlangsung secara virtual tersebut, keluarga pasien, dokter, dan para ahli IDP dari dalam dan luar negeri bertemu dan mendiskusikan berbagai kemajuan dan tantangan tentang IDP di Indonesia.
Melalui diskusi tersebut, ditemukan beberapa faktor yang sering pasien dan keluarga pasien hadapi dalam mencari diagnosis penyakit IDP yang tepat.
1. Tidak banyak rumah sakit yang bisa mengidentifikasi IDP dan memberikan petunjuk ke pasien
Penegakan diagnosis IDP memerlukan riset, ketelitian, dan wawasan yang mendalam pemeriksaannya. Namun, hanya rumah sakit tertentu di Indonesia yang sudah mampu mengenali ciri penyakit IDP. Hal tersebut disebabkan:
Tidak banyak ahli medis di rumah sakit Indonesia yang memiliki pengetahuan tentang IDP.
Jumlah ahli medis (dokter) yang dapat memberikan diagnosis penyakit IDP secara tepat masih kurang dibanding populasi penduduk Indonesia. Dampaknya, diagnosis yang diberikan sering hanya penyakit-penyakit ”umum” atau tanpa penjelasan lebih lanjut. Pasien IDP pun kurang mendapat penanganan atau perawatan yang tepat.
Rumah sakit di Indonesia belum memiliki peralatan yang memadai untuk menentukan diagnosis IDP dengan cermat.
2. Kesulitan menjangkau rumah sakit yang dapat mengidentifikasi penyakit IDP
Hingga saat ini, baru rumah-rumah sakit di kota besar—seperti, Rumah Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta —yang telah dapat memberikan diagnosis IDP dengan baik. Masih banyak rumah-rumah sakit, apalagi puskesmas atau klinik-klinik kesehatan, yang belum memiliki kemampuan tersebut—terutama, yang berada di luar Jakarta.
Akibatnya, kalau pasien ingin memperoleh diagnosis IDP, harus datang ke kota besar (RSCM di Jakarta). Tentu, ini akan menyulitkan pasien-pasien yang tinggalnya jauh dari Jakarta.
3. Masih rendahnya pemahaman keluarga dan orang tua dalam memahami PID
Seringkali, kesulitan diagnosis IDP di Indonesia berasal dari orang-orang terdekat pasien. Seperti, orang tua dan kerabat dekat pasien yang belum mengetahui mengenai IDP. Dampaknya, ketika anak terserang infeksi, orang tua menganggap sebagai penyakit biasa dan tidak merasa perlu melakukan pemeriksaan lanjutan.
Padahal, penting untuk secepatnya menghubungi dokter apabila anak dicurigai mengalami infeksi. Dengan begitu, mudah mengungkapkan detail gejala-gejala yang dialami anak untuk membantu diagnosis penyakit IDP
Menghadapi Rendahnya Diagnosis Penyakit IDP
Untuk menghadapi tantangan-tantangan diagnosis penyakit IDP yang telah disebutkan di atas, dapat melakukan beberapa cara berikut.
1. Pasien dan keluarganya hadapi dengan cara mencari informasi sebanyak mungkin tentang IDP ke banyak rumah sakit. Tidak hanya rumah sakit di kota atau daerah tempat pasien tinggal, mereka dapat mencari informasi dan referensi ke rumah di kota besar (seperti, RSCM di Jakarta).
2. Komunitas, organisasi, atau yayasan pasien IDP dapat lebih sering melakukan pertemuan antar anggota dengan dokter dan tenaga medis. Tujuannya, meningkatkan kesadaran dan pemahaman dan dukungan terhadap diagnosis awal IDP.
3. Pasien, keluarga pasien, hingga para ahli medis agar tidak berhenti untuk menyuarakan suara pasien kepada pemerintah--misalnya, lewat audiensi-audiensi.
Diharapkan, dapat tumbuh kesadaran bahwa meskipun jumlah pasien IDP di Indonesia masih sedikit, mereka memiliki hak pelayanan dan perawatan kesehatan untuk kualitas hidup yang baik.
Baca Juga: Gejala Sering Mirip Penyakit Lain? Ini Langkah-Langkah untuk Diagnosis Imunodefisiensi Primer
Langkah Selanjutnya untuk Peningkatan Diagnosis Penyakit IDP
Untuk terus meningkatkan pemahaman pentingnya diagnosis IDP, IPIPS dan Komite Medis IPIPS akan menjadi pihak yang berusaha mewujudkan rencana-rencana yang telah disebutkan di atas. Beberapa langkah sosialisasi yang akan dilakukan, antara lain:
1. Acara-acara IPIPS akan melibatkan industri farmasi untuk membantu menyosialisasikan tentang IDP.
2. Dukungan lain dari organisasi yang peduli pada kesehatan masyarakat secara umum untuk menyebarkan pemahaman tentang IDP.
3. IPIPS akan lebih rutin menyelenggarakan acara-acara seperti konferensi kesehatan tentang IDP untuk tenaga medis. Pada acara tersebut, akan mengundang para pakar dan dokter ahli supaya tenaga medis di Indonesia--terutama di luar Jakarta--mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang IDP.
4. IPIPS akan memperbesar anggotanya. Dengan jumlah anggota yang semakin banyak, diharapkan suara para pasien IDP--untuk peningkatan pelayanan kesehatan--semakin sering terdengar oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Nah, jika Anda memiliki keluhan, saran, kritik, atau informasi seputar penyakit IDP, silakan kirim email ke info@imunodefisiensi-indonesia.org.
Komentar